Wednesday, April 18, 2007

Preambule of PLE - 3 (E-Learning)

OK, sekarang saatnya saya melanjutkan posting tentang thesis saya. Sebelumnya saya telah mengungkapkan latar belakang dari sisi learning dan tools (LMS). Sekarang saya akan mencoba mengungkapkannya dari segi E-Learning.

E-Learning

Apa sih definisi E-Learning? Wew, sebenarnya telah banyak definisi diungkapkan dan ternyata sampai sekarang orang belum sepakat juga tentang definisi e-Learning. Horton mengungkapkan salah satu definisi, eLearning is the use of information and computer technologies to create learning processes. Juga Thomas Baumann, e-Learning is the teaching and learning with and in the internet. Bagi saya pribadi, saya bayangkan e-Learning sebagai sebuah sistem yang memungkinkan seseorang mempelajari sesuatu, baik untuk kepentingan pendidikan, pekerjaan ataupun hal lain via internet ataupun fasilitas sejenisnya.

Kenapa sih E-Learning ini penting? Gambarang paling mudah adalah persoalan perkembangan teknologi informasi dan komputer (Information and Computer Technology = ICT) juga demografi. Dengan teknologi yang ada telah banyak produk terintegrasi yang diperkenalkan kepada masyarakat, sebagai contoh integrasi kamera, organizer dan digital camera. Selain itu, informasi sekarang memegang peranan penting dalam mengubah dunia. Hal ini dapat terlihat dari daftar orang-orang terkaya dunia, yang ternyata dipenuhi oleh orang-orang yang bergerak di bidang informasi. Contoh termudah, Bill Gates dengan Microsoftnya. Teknologi juga mengubah gaya hidup orang banyak. Semakin banyak orang yang terbiasa membuka, membaca dan membalas email-email sebelum bekerja; internet surfing; bermain internet games; bahkan internet shopping.

Alfred Bork, menyatakan bahwa hampir semua orang belajar dalam one-on-one environment, maksudnya jika punya tutor khusus ataupun diajar oleh guru yang kompeten. Namun, ini tidak mungkin. Di sekolah Indo 1 guru untuk 25-40 murid, di universitas lebih parah lagi 1 dosen untuk 50-2000 (jerman). Bayangkan ada banyak orang yang ingin belajar di suatu universitas tapi kemampuan universitas untuk menampung para mahasiswa ini sangatlah terbatas. Menurut kuliah E-Learning, target pemerintah jerman adalah 50% orang jerman di tahun 2015 mencicipi universitas. Hal ini tentunya adalah hal yang sangat sulit, mau dibangun berapa banyak universitas? Dan kalaupun berhasil, apakah bisa dicari sekian banyak orang yang punya kapabilitas mengajar? Itu baru dari orang jerman saja, bagaimana dengan auslander (orang luar negri)? Apalagi kemajuan pendidikan tidak hanya di eropa tetapi juga di negara2 berkembang. Bagaimana dengan mereka? Dengan begitu, solusi e-Learning bagaikan oasis di tengah padang pasir.

Namun, ternyata dalam perkembangannya e-Learning pun mengalami pasang surut. Banyak pihak yang merasa e-Learning sekarang ini adalah LMS, dan menurut riset2, LMS pun tidak dapat menjawab semua tantangan e-Learning. Sebagai contoh adalah munculnya generasi baru yang disebut Homo Zappiens. Wim Veen menyatakan bahwa mereka ini adalah anak-anak/orang-orang yang sejak kecil telah terbiasa menggunakan 3 hal, remote control (televisi), mouse (komputer) dan ponsel. Homo zappiens adalah self-directed learner, mereka terbiasa belajar dengan cara mereka sendiri. Bagi mereka, school is boring and game is cool. Kali ini kembali untuk kesekian kalinya, e-Learning pun ditantang untuk bisa mengakomodasikan learning bagi generasi baru ini.

Aachen, 18 April 2007

PS: susunan dan urutan penyajian ide-ku keliatannya agak kacau di sini. Hmmm...komentar tentang hal yang saya sajikan di atas sangat diharapkan

1 comment:

Anonymous said...

analyse claudette today records banned auditable briefs weary infectious rastogirohan zinesif
masimundus semikonecolori