Wednesday, April 18, 2007

Tutup STPDN? : Silang Pendapat tentang STPDN/IPDN

Dulu waktu ada kejadian matinya seorang praja STPDN, banyak pihak mengutuk STPDN. Termasuk gw. Gw pikir, ini kampus preman abis sih? Seorang opsir militer aka tentara yang ditanya mengenai pendidikan (kekerasan) di STPDN saja sampai berkata, kira2 begini (redaksi tepatnya lupa) "Itu bukan pendidikan militer, tapi kekerasan. Dalam pendidikan kemiliteran kami ditempa untuk melatih fisik dan mental. Hukuman yang dibebankan ke kami pun bersifat latihan fisik ataupun mental seperti push up, atau lari keliling lapangan. Itupun setelah fisik dan mental kami dipersiapkan.". Maka ketika orang-orang berteriak, "bubarkan STDPN", saya pun berteriak, "SETUJU!!!".

Akhirnya STPDN pun dibubarkan, eh ganti nama maksudnya, jadi IPDN. Kali ini terjadi lagi. Seorang praja meninggal dan diduga meninggal akibat penganiayaan. Seorang dosen IPDN, Inu Kencana, berteriak lantang meminta agar kasus ini dibongkar tuntas. Kembali orang-orang berteriak, "bubarkan IPDN", dan saya pun awalnya akan berteriak hal yang sama. Sampai suatu ketika tersasar ke forum komunitas alumni STPDN/IPDN.

Orang-orang berteriak bubarkan STPDN/IPDN akibat institusi yang lalai dan membiarkan terjadinya lebih dari 30 orang korban selama berdirinya institusi itu. Namun, para alumni STPDN pun menjawab, "Jangan hanya melihat 30 orang yang mati. Tapi lihat pula puluhan ribu orang yang telah berhasil dihasilkan oleh STPDN dan membaktikan diri pada negara." Alumni ini ada benarnya juga. Entah karena di-blow up oleh media, sekarang terkesan STPDN benar-benar menjadi institusi terburuk se-Indonesia. Kalau kita melihat ospek di perguruan tinggi lain, apakah juga tidak ada korban jiwa? Saya rasa ada, hanya tidak masuk ke dalam berita saja. Tapi tentang pernyataan puluhan ribu alumni yang berhasil dicetak oleh STPDN juga perlu dikritisi. Apa benar?

Orang-orang berteriak "STPDN penuh dengan kekerasan dan membawa korban", dan para alumni menjawab, "Saya beberapa tahun di sana dan lulus. Sampai sekarang saya sehat2 saja.". Orang-orang berkata "karena STPDN telah membiarkan banyak korban, tutup STPDN", para alumni pun menjawab "Jangan karena ada seekor tikus, maka satu lumbung dibakar. STPDN itu ..... (pokoknya kebaikan STPDN ditulis semua. Saya tak tulis karena saya tak bisa lagi mengakses situs tersebut)". Dalam chat dengan teman, teman saya berkata bahwa untuk pembiayaan makan anak2 STPDN saja udah menghabiskan 150 M, jadi udah sepantasnya kalau mereka jaga kelakuan. Hmm...saya sendiri juga malu dengan pernyataan itu. Sedikit banyak saya merasa terkena sindir. Sewaktu kuliah di Indonesia, yang jelas-jelas disubsidi oleh dana pemerintah, saya terlambat 1 semester. Bagaimana dengan kawan-kawan yang meng-optimal-kan waktu 7 tahun untuk kuliah? apakah itu juga termasuk ke dalam perbuatan "tidak menjaga kelakuan"?

Di media juga diberitakan bahwa Inu Kencana disebut2 sebagai pahlawan. Namun, apakah itu juga benar? Saya tidak bisa menjawab, sebab beberapa Alumni menyatakan beberapa kejelekan tentang Inu Kencana. Tentang hal freesex IPDN, saya sih hanya tertawa. Plis dong, emangnya hanya IPDN yang melakukannya? Udah jadi rahasia umum, banyak kota di Indonesia telah terkena kasus ini, termasuk juga mahasiswa2nya. So, apakah karena ini IPDN juga harus dibenci? Saya penentang freesex tapi saya tak bisa menerima argumen IPDN harus ditutup karena praja-praji-nya mesum.

Bagi saya, kasus2 IPDN tetap harus diusut. Keberadaan IPDN sendiri juga perlu dipertimbangkan, perlu dipertahankan atau ditutup. Tapi alasan penutupan bukan karena kekerasan yang terjadi, bukan pula akibat kemesumannya. Kalau hanya ingin menghentikan kekerasan dan kemesuman, buatlah pendidikan yang benar, sanksi yang adil, peraturan yang ketat serta kalau perlu ganti orang2 yang memegang sistem di IPDN. Jangan biarkan kekerasan menjadi tradisi dan mendarah daging. Jangan juga biarkan nyawa 30-an orang yang hilang, adalah perlu sebagai kompensasi bagi keberhasilan puluhan ribu orang.

Alasan penutupan harusnya alasan yang logis. Masih perlukan IPDN bagi perkembangan Indonesia? Apakah ilmu-ilmunya tidak diajarkan di tempat lain atau bahkan mungkin universitas2 yang ada lebih dari cukup? Masih perlukan IPDN diberi dana sebanyak yang sekarang? Selama yang didapat hanya jawaban negatif atas pertanyaan-pertanyaan itu, maka "TUTUP IPDN". Jika masih banyak positifnya, "ROMBAK SISTEM DI IPDN". Cukup kehancuran PT. DI (Nurtanio dulu), menjadi pelajaran bahwa sekedar perhitungan budget yang tidak cukup, emosi atas simbol orde baru, ada kemungkinan penyimpangan membuat orang-orang terbaik di Indonesia pergi ke luar negeri.

PS: pernyataan gw yang terakhir kayaknya ga nyambung deh.

Persembahan untuk Bang Jamz atas dialog dan opininya.

Aachen, 18 April 2007

13 comments:

Aksara Kauniyah said...

Jernih, cerdas, berimbang, obyektif.
Sebagai data pedukung, Wan, taruh juga ilustrasi film IPDN yang sudah banyak ditayangkan televisi. Berikut beberapa di antaranya:


http://youtube.com/watch?v=9OqM0AOAKUA

http://youtube.com/watch?v=8q8Tc7J4rtY

Anonymous said...

hmmmmm

IPDN....
gw ada temen sma yang masuk di IPDN...

dia bilang, nggak semua anak IPDN itu brutal and mesum.

emang, di permukaan yang bakal keliatan itu, yang paling baik atau yang paling buruk. dan media pasti akan mengangkat dua hal itu. masa media cuma memuat berita dengan judul "praja IPDN kepleset dan masuk got",,,,,kan nggak lucu tuh... (yaaa emang gak lucu sih, jayus malah :P)

kalo mau maen tutup aja, nggak bisa gt doooong. gila aja maen tutup...berpa orang yang bakal nganggur, dari paling atas ampe paling bawah termasuk praja, prajinya.

emang cara paling baik adalah merombak semua sistem di semua lini IPDN itu. tapi ngerubah hal yang udah fundamental ini gak gampang....butuh waktu.....karena itu sifat dari sebuah asrama....

yaaahh moga2 IPDN bisa jadi baik lah di mata umum. akhirnya....saya berharap, praja, praji yang aneh2 bisa menjaga nama baik IPDN. dan moga almamater gue dulu gak jadi kaya gt.......kasihan alumninya....

salam dari gunung
feby

Unknown said...

Setelah gw tonton film di youtube.com kayanya gw ga yakin bakal nambahin data itu deh Bos. Kalau gw pasang, otomatis yang langsung dilihat adalah kekerasannya, ya udah pasti segera bilang TUTUP IPDN. Gw pengen ngajak mikir jernih dulu, tanpa melihat video itu.

Ismail Habib said...

Maaf nih nimbrung,

Ada yang punya kenalan lulusan IPDN? Pernah tanya-tanya apakah mereka punya trauma atau semacamnya? Trus pola pikir mereka setelah lulus jadi seperti apa ya?

Ketakutan saya, IPDN jadi semacam "pencucian otak" bagi mahasiswanya. Mungkin mirip dengan hasil ospek salah satu jurusan di universitas terkenal di Bandung...

Cuma asumsi saya...

Unknown said...

Kalau dipikir-pikir sih, bisa "kekerasan" yang terlihat di ospek mereka itu menjadi suatu tolok ukur. Maksudnya mereka jadi berpikir "Ah, cuma segini aja gw selamat, ya udah berarti orang lain bisa.". Itu terjadi pada saya ^^
Gw seh punya kenalan lulusan IPDN,tapi mereka di cirebon n ga make internet.soo ga bisa gw tanya2 ^^

Aksara Kauniyah said...

Sekadar informasi tambahan, silahkan dibaca: http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/20/time/173122/idnews/770533/idkanal/10

Dengan kenyataan demikian, tak bisa lagi kategorikan kekerasan itu hanya dilakukan "oknum". Kekerasan sudah beranjak menjadi semacam "dinas", kekerasan adalah kepatutan.

Alibi para pengasuh yang mengatakan kekerasan terjadi di luar jam pengawasan, batal sejadi-jadinya setelah melihat tayangan-tayangan yang beredar. Kekerasan itu ternyata dilakukan juga pada waktu siang, sistemik, terlembaga, dan mendapat perlindungan institusi. Dan lokasi kejadian bukan di tempat tersembunyi, melainkan lapangan terbuka milik IPDN--lokus di mana para pengasuh bebas menebar pandang sejauh-jauhnya.

Aksara Kauniyah said...

Wah gak muncul alamatnya, nih diulang, tinggal diklick aja berikut ini:

Satu

Dua

Tiga

Empat

Ismail Habib said...

Kalau memang berita-berita yang ada di detik itu benar, maka IPDN nggak perlu dibubarkan, cukup diganti sistemnya, diganti pengurusnya, praja seniornya yang terlibat dalam aksi kekerasan dipecat, dan kalau perlu sekalian ganti nama dan lokasi.

Eh, gampangan dibubarin aja ya?

Unknown said...

Lebih gampang kalau dibubarkan saja ^^. Hmm...kalau tentang berita yang di detik bener,berarti emang saatnya IPDN di-reform besar-besaran dari segi administratif maupun institusi. Btw, yang dimaksud pengasuh di sini tuh, seniornya atau orang2 administratif di IPDN, rektor misalnya?

Aksara Kauniyah said...

Model pengasuhan IPDN dilakukan oleh pihak senior dan dosen, Wan. Nahasnya, senior yang melakukan kekerasan mendapat perlindungan dari pengasuh dosen. Yang paling tragis, informasi dari Inu Kencana, salah satu praja yang dulu wafat (dan dilaporkan jatuh dari barak) ternyata bukan sekadar itu. Inu Kencana melaporkan, setelah praja yang bersangkutan jatuh dari lantai 2 (tentu saja sakit) melapor ke klinik--tapi oleh pihak pengasuh (dosen) malah dianggap praja yang cengeng dan lemah. Akibatnya, ia dipukuli hingga wafat, bukan oleh seniornya, melainkan oleh dosen pengasuhnya sendiri! Hingga sekarang, Inu Kencana belum menyebut nama pengasuh tersebut.

Tambahan, di semua buku teori soal doktrin, singkatnya. Doktrin itu adalah keyakinan yang ditanamkan sebagai realitas kebenaran. Nah, kekerasan sebagai doktrin akan membuat mereka anggap bukan sebagai persoalan. Itu yang bisa kita mengerti cerita kawannya Feby. Ketika di luaran orang sudah teriak-teriak itu sebagai kekerasan, tapi mereka tak akan anggap itu sebagai kesalahan. Doktrin itu dibangun sebagai tradisi, budaya, sistem--yang membuat seseorang gagal melihat dan mengerti cara pandang orang lain.


Salam


Aka

Roo said...

Yg gk tw byk soaL STPDN/IPDN gk usah byk komentar,, semua kekuatan mental & perbuatan manusia itu dinilai dari diri sendiri dulu (berkaca)baru ngenilai2 yg lain..apa yg kt cela blum tentu lbh jelek dr kita.Oleh sebab itu eksploitasi media masa & isu2 yg berkembang jgn di telan bulat2, cuma ngeganjel (coba deh lo telen biji salak,gt rasanya).Diamati baik2,dikunyah pelan2 jd nelennya jg enak! Gk ada bermaksud utk membela,sorii gw pun bkn ank STPDN/IPDN..cuma menghardik sesuatu yang kita gk bener2 tau seluruh isinya (hnya ngerti lewat eksploitasi yg kurang bertanggung jawab) rasanya tidak adil.Toh kejadian ini byk terjadi gk hnya di STPDN/IPDN,berserak dikampus2/tempat2 lain hanya untuk media masalah di STPDN enak dijadiin santapan pagi. ELO..?? yg komentar mengenai kekerasan, yakin seumur hidup lo gk pernah melakukan itu?Fatalnya orang yg (mungkin) pernah lo aniaya msh dikasih umur panjang jd lo bebas dr Hukuman!
Jadii ..
Sebelum meng-ACC-kan diri untuk ngevote tutup STPDN/IPDN, mending tutup dulu emosi lo sebelum jauh bertindak..


Regards..

Anonymous said...

Yang mahasiswa katanya calon pejabat kok seperti itu ya. Contoh lain nih pemukulan siswa SMAN90 Jakata baca Pemukulan Junior oleh Senior SMAN 90 Jakarta, Kegagahan Salah Kaprah

Anonymous said...

IPDN tidak perlu harus ditutup, IPDN biarkan tetap di buka cuma Pemerintah RI harus tegas dengan Sistem Pendidikan di IPDN yatiu dengan cara mengganti semua orang, staf, karyawan, dosen, mahasiswa dan semua orang yang berkaitan dengan IPDN.