Wednesday, April 4, 2007

Kegundahan yang menuntun untuk berpikir


Yah, sekali lagi, aku kesulitan untuk menulis proposal thesis. Payah nih, sedih banget. Padahal sudah berjanji kepada diri sendiri untuk berjuang sekuat mungkin untuk selesai kuliah secepatnya, lalu kembali ke ibu pertiwi secepatnya. (omong-omong ibu pertiwi itu siapa ya? rasanya belum kenal). Jadi teringat kata seorang teman, janji kepada diri sendiri, sering kali menjadi janji yang paling sering dilanggar. Mungkin karena tidak mempunyai daya ikat yang cukup kuat kali ya? Wallahu 'Alam.

Belakangan ini lagi sering gundah. Memikirkan hal yang ga penting juga ga jelas, ternyata bener-bener menghabiskan tenaga dan pikiran nih. Tapi di sisi lain, kegundahan itu juga membawaku untuk mencoba melihat sisi-sisi lain kehidupan juga menjadi ajang refleksi untuk menengok kembali pencapaian-pencapaian yang telah kulakuan. Yang herannya, aku kalo lagi gundah jadi lebih bisa untuk mencoba berempati terhadap suatu masalah. Jadi mikir, ini sebenarnya gundah atau mellow.

Baru saja aku ngecek blog-blog tematn di multiply. Ada sebuah hadits yang udah kukenal awalnya doang. Begini lengkapnya.

Sabda Rasulullah:

''Barang siapa menghilangkan kesengsaraan seorang muslim di dunia Allah akan menghilangkan kesengsaraan di hari kiamat dan Allah akan menolong hambanya`selama ia menolong saudaranya.Barang siapa menolong seorang yg dizalimi Allah akan menolongnya melewati sirath dan memasukanya di syurga dan barangsiapa melihat seorang yg dizalimi minta tolong dan tidak ditolongnya ia akan dipukul dalam kubur dengan seratus cambuk dari api neraka''.

Tentang berita gembira, yaitu ganjaran bagi orang yang menghilangkan kesengsaraan dan menolong orang yang dizalimi, aku tidak akan bicara banyak. Yang menjadi poin perhatianku adalah tentang ganjaran bagi orang yang tidak menolong orang yang dizalimi dan meminta tolong.

Kalau kucoba merenung, berapa banyak di sekitarku ada orang-orang yang dizalimi, ada orang-orang yang kesulitan, ada orang-orang yang lemah dan tak mampu. Juga berapa banyak dari orang-orang itu meminta pertolongan kepadaku. Dan berapa banyak dari banyaknya permintaan dan harapan yang ditujukan kepadaku itu kutampik, kutolak dengan berbagai macam alasan?

Keterbatasan kemampuan, yah, kalau kupikir itulah alasan yang paling sering muncul dan sering kukemukakan. Namun apakah benar kalau keterbatasan itulah yang membuatku tidak bisa atau mampu untuk menolong? Jangan-jangan ignorance aka ketidakpedulian atau bahkan ketidakmampuan berempati terhadap orang lain? Kalaupun aku sadar bahwa terjadi kezaliman di sekelilingku, seberapa banyak waktu, pikiran, tenaga dan semua sumber daya yang kumiliki, kuberikan dan kuinvestasikan untuk menumpas kezaliman itu? Jangan-jangan masih sedikit atau bahkan tidak ada sedikitpun kusisihkan waktu untuk itu?

........

Aku belum tahu dan mungkin perlu kucari tahu. Dalam perenungan ini, aku teringat cerita seorang sahabatku. Dia bercerita bahwa keluarga temannya, X, yang bertambah kaya dan terkenal. Uang keluarga X bertambah banyak, bapak si X dikenal di antara petinggi-petinggi dan orang-orang besar di Indonesia. Selesai sahabatku bercerita, temanku yang lain menimpali, "Ah, apa gunanya X tambah kaya kalau tidak ngaruh ke kita". Sahabatku tersentak dan berpikir, "betul juga, apa gunanya seseorang itu bertambah kaya, kalau ternyata kekayaannya tidak membawa berkah bagi orang-orang di sekelilingnya".

Aku juga setuju, apa gunanya seseorang mempunyai banyak potensi dan kemampuan, kalau ternyata dia tidak mampu untuk menggunakan potensi dan kemampuannya itu bagi kebaikan dan keberkahan di sekelilingnya.

Aachen, March 5, 2007
Saat-saat pergantian hari

Persembahan untuk sahabat yang selalu memberikan ilmu kepadaku

1 comment:

Anonymous said...

nice post, mudah2an saya bisa seperti itu, memberikan manfaat sebesar2nya buat masyarakat :)