Thursday, March 8, 2007

Apakah kita terbiasa dengan Bandwagon Effect?

Tidak biasanya, hari ini gw berhasil membaca hampir satu artikel thesis. Fiiuuuh...for me, it is as hard as not to sleep in the morning. Well in one of the term, which usually I dont understand, there's an interesting one, Bandwagon Effect.

Bandwagon effect dapat didefinisikan sebagai kecenderungan orang-orang melakukan atau mempercayai sesuatu karena mayoritas orang melakukan atau mempercayai hal itu. Salah satu contohnya adalah, dalam bidang sains, seorang saintis cenderung melakukan self-censorship terhadap hasil penelitiannya apabila hasilnya (cukup) berbeda dengan kesepakatan bersama (accepted wisdom). Contohnya, kalau menurut kesepakatan bersama jarak antara matahari dengan pusat galaksi adalah A, lalu seorang saintis melakukan percobaan dengan metode pengukuran yang lebih baru dan modern, lalu mendapatkan hasil yang cukup berbeda. Yang pertama kali dilakukan adalah mengecek metode pengukuran serta kalkulasi berulang kali, sebelum diterbitkan. Bahkan pada kasus terburuk, hasil pengukuran itu tidak akan pernah diterbitkan. Sedangkan, jika hasil pengukuran menunjukkan hasil yang mirip dengan kesepakatan, maka hasil itu akan diterbitkan tanpa kritik lebih lanjut.

Nah persoalannya sekarang, apakah kita juga terbiasa dengan hal itu? Pada saat kita akan melakukan sesuatu yang berbeda dengan pandangan orang pada umumnya, akankah kita berpikir beratus2 kali sebelum melakukannya? Atau "bodo amat dengan orang lain", just do it? Saya sendiri mengakui bahwa saya masih terpengaruh dengan bandwagon effect ini. Saya selama ini lebih sering mengikuti pendapat orang banyak untuk masuk dalam komunitas orang banyak daripada mengikuti pendapat sendiri dan teralienasi dari komunitas.

Bagaimana dengan anda?

6 comments:

Anonymous said...

Conventional wisdom(keyakinan umum) emang sering keliru, tapi kebanyakan orang takut resiko, bayangkan kalo kita beda sama orang dan kita salah, kita harus sendirian ngadepin akibatnya, berbeda jika kesalahan dilakukan bersama, rasanya lebih ringan ngadepin akibatnya.
Dan tidak ikut keyakinan umum berarti siap capek, capek ngadepin gunjingan, capek ngadepin orang yang nyerang kita, capek cari data dan menganalisanya untuk mempertebal keyakikan kita dll, contoh yg tentang scientis menunjukkan hal ini saya pikir.
Saya sendiri sering ikut keyakinan umum, misalnya saya percaya bahwa minum 8 gelas sehari bagus untuk kesehatan, padahal tidak pernah ada bukti nyata bahwa ini berpengaruh terhadap kesehatan.
Tapi kalo di bisnis/pengembangan produk saya berusaha untuk tidak ikut conventional wisdom ini, harus berfikir ratusan kali buat bikin produk/jasa kalo ga memiliki perbedaan berarti dari yang diyakini umum sebagai yang terbaik.

Btw, dah baca buku Freakonomics? buku bagus mengenai conventional wisdom yang keliru

Aksara Kauniyah said...
This comment has been removed by the author.
Aksara Kauniyah said...

Wan,
hipotesanya,
kebanyakan orang seperti orang kebanyakan...

Merdeka!

Anonymous said...

di jerman, orang bilang
berenang melawan arus,
selamanya sungguh sulit.
akan jadi masalah,
bagaimana kalau nurani tidak
sama dengan arus?
tn.-

Unknown said...

Hmmm jadi pengen baca buku freakonomics.... tentang apa yah buku itu?

Anonymous said...

silahkan baca reviewnya di sini atau di sini